Jugun Ianfu

Jugun Ianfu

Satu dari sekian kasus yang terus menjadi borok sejarah pasukan Jepang dalam Perang Dunia II adalah keberadaan jugun ianfu, atau para wanita pemuas nafsu para tentara Jepang. Umumnya para gadis jugun ianfu adalah anak-anak ambtenaar pribumi Jawa yang termakan tipuan pemerintah pendudukan Jepang yang berjanji akan menyekolahkan mereka keTokyo demi membangun negeri mereka sendiri kelak ketika sudah merdeka. Sialnya, para gadis bertujuan mulia ini ternyata malah didaratkan ke Pulau Buru, demi memuaskan pasukan Kaigun (Angkatan Laut) Jepang yang tengah membangun proyek bunker pertahanan di pulau itu di bawah komando Butai Nanami.

Redaksi Saudara Tua secara kebetulan mendapatkan informasi jugun ianfu di Pulau Buru dari sebuah laporan investigasi wartawan senior, Peter Rohi, yang ditayangkan Metro TV pada 26/10/11 mulai pukul 22.30 WIB, dalam program acara Journalist On Duty.

Awalnya Peter Rohi mulai tertarik untuk menelusuri jejak jugun ianfu setelah ia mendapati bahwa ada beberapa laporan pasca Perang Dunia II yang mengatakan bahwa banyak gadis Jawa yang hilang setelah dibawa pasukan Jepang. Tak hanya itu, Rohi sebenarnya juga termotivasi dengan pernyataan penulis legendaris Indonesia, Pramudya Ananta Toer, yang pernah mengatakan bahwa ada banyak jugun ianfu Jawa yang terdampar di Pulau Buru.

Dari berbagai keterangan, Rohi mendapat informasi bahwa setelah keberadaan Jepang yang makin terdesak di Pulau Buru akibat serbuan Sekutu, para jugun ianfu mereka bawa untuk memasuki hutan-hutan di pedalaman. Nah, dari sinilah lantas banyak dari jugun ianfu ini yang kemudian diculik oleh suku-suku pedalaman yang menghuni Pulau Buru. Mereka pada akhirnya secara terpaksa dikawini oleh para kepala suku atau pun penduduk pribumi Pulau Buru yang lain. Dari laporan Peter Rohi, diperoleh kesimpulan bahwa pada umumnya para jugun ianfu tersebut sampai akhir hayatnya terus berharap melawan keputusasaan untuk tetap menunggu bahwa akan ada sanak keluarga ataupun pihak lain yang akan membawa mereka kembali ke tanah Jawa.

Lewat penelusuran jejak oleh Peter Rohi, ditemukan setidaknya ada empat orang jejak jugun ianfu di Pulau Buru yang berhasil didapat. Pertama, ada seorang jugun ianfu bernama Muka Lomi, dari narasumber ini tidak terlampau banyak diperoleh keterangan karena beliau ternyata telah berada di bawah sumpah dari suku pribumi yang memintanya agar membuang jauh-jauh ingatan masa lalunya. Kedua, ada mantan jugun ianfu bernama NyaSengker yang bernama asli Sumiati, ia adalah jugun ianfu yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Namun ketika NyaSengker hendak diberi kesempatan untuk dapat kembali melihat tanah kelahirannya di Semarang, para keluarganya di Pulau Buru tidak memperbolehkan dia pergi. Ketiga, ada seseorang yang diduga kuat sebagai jugun ianfu yang berasal dari Korea. Namun ketika tim Peter Rohi berkunjung ke kediamannya, ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, sedangkan keterangan yang didapat dari anggota keluarga yang lain sangat minim. Dan keempat, ada seorang jugun ianfu Pulau Buru bernama NyaSembar atau bernama asli Siti Fatimah berasal dari Subang, Jawa Barat. Ada yang menarik dari kisah NyaSembar di Pulau Buru, karena setelah ia memutuskan untuk kawin dengan salah seorang penduduk pribumi, seluruh penduduk di desa tempat tinggal NyaSembar memutuskan untuk masuk Islam mengikuti keyakinan yang dianut mantan jugun ianfu asal Subang ini.

Mbah Paini dan LSM (Asia Africa Latin America Solidarity Committe)

Mbah Paini dan LSM (Asia Africa Latin America Solidarity Committe)

Dan di akhir laporannya, Peter Rohi juga menyorot salah seorang mantan jugun ianfu di Salatiga, Jawa Tengah, yang bernama Mbah Paini. Sedikit berbeda dari kawan-kawannya yang ada di Pulau Buru, nasib Mbah Paini di hari tuanya masih agak tertolong dengan adanya sebuah LSM (Asia Africa Latin America Solidarity Committe) dari Osaka, Jepang, yang ternyata turut berusaha memperjuangkan hak-haknya berupa kompensasi dan permintaan maaf resmi dari pemerintah Jepang. Namun tidak adanya keseriusan pemerintah, baik Jepang dan Indonesia dalam menyelesaikan masalah ini, sepertinya para jugun ianfu ini tetap akan membawa beban derita mereka hingga akhir hayatnya.(st)

(oryza aditama / http://www.saudaratua.wordpress.com)